Perdarahan obstetrik yang terjadi pada
kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah anak dan plasenta lahir
pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang
cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu sebabnya adalah plasenta
previa. Oleh sebab itu, perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-awalnya selagi
perdarahan belum sampai ke tahap membahayakan ibu dan janinnya. Antisipasi dalam
perawatan antenatal adalah sangat mungkin oleh karena pada umumnya penyakit ini
berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang
mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang
tidak tertentu, tanpa trauma. Sering disertai oleh kelainan letak janin atau
pada kehamilan lanjut bagian bawah janin tidak masuk ke dalam panggul, tapi
masih mengambang di atas pintu atas panggul. Perempuan hamil yang ditengarai
menderita plasenta previa harus segera dirujuk dan diangkut ke rumah sakit
terdekat tanpa melakukan periksa dalam karena perbuatan tersebut memprovokasi
perdarahn berlangsung semakin deras dan cepat.
DEFINISI
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi
seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum
Plasenta
yang ada di depan jalan lahir. (prae = di depan, vias = jalan), jadi yang di
maksud adalah plasenta implantasinya tidak normal sehingga menutupi seluruh atau
sebahagian jalan lahir (Ostium Uteri Internium).
KLASIFIKASI
1.
Plasenta previa totalis atau komplit : adalah plasenta
yang menutupi seluruh ostium uteri internum
2.
Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi
sebagian ostium uteri internum
3.
Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya
berada pada pinggir ostium uteri internum
4.
Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi
pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih 2cm dianggap
plasenta letak normal.
Sejalan
dengan membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim dan meluasnya segmen
bawah rahim, plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim ikut berpindah
mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi
INSIDEN
-
Banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia
di atas 30 tahun
-
Lebih sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan
tunggal
-
Cacat pada uterus mempertinggi kejadian
-
Di negara maju insidensi kurang mungkin karena
berkurangnya paritas tinggi
-
Dengan meluasnya penggunaan USG dalam obstetrik yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.
ETIOLOGI
Penyebab
blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui dengan pasti.
-
Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua
di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin
-
Teori lain: penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang
tidak memadai, mungkin akibat proses radang atau atrofi
-
Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas
bedas sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses
peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dipandang menjadi
faktor resiko terjadi plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar meningkatkan
insidensi dua-tiga kali lipat.
-
Insidensi 2 kali lebih tinggi pada wanita merokok. Hipoksemia
akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi
hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
-
Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda
dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke
segmen bawah rahim.
PATOFISIOLOGI
Pada
usia kehamilan lebih lanjut, umumnya pada trimester ketiga atau mungkin lebih
awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta
akan mengalami perlepasan. Sebagaimana diketahui, tapak plasenta terbentuk dari
jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian
dari uri.
Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat perlepasan
desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation)
ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi ini akan terjadi
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu di ruang intervilus dari
plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan
pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan
di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim
dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat kerena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal , dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak
akan ditutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan
kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta maka perdarahan berlangsung lebih banyak dan
lebih lama.
Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan
akan berulang tanpa sesuatu sebab (causless).
Darah akan keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless).
Pada
plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum, perdarahan terjadi lebih
awal pada kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada
bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah. Perdarahan baru terjadi pada waktu
mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tapi
cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah
syok hal tersebut harus dipertimbangkan.
Perdarahan
pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tapi lebih separuh
kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung dengan perdarahan
terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka pedarahan lebih mudah
mengalir ke luara rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan
melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat
jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah
diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih
kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta
inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menumbus
ke buli-buli dan rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta
lebih sering terjadi padsa uterus yang sebelumnya telah pernah bedah sesar. Segmen
bawah rahim yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang
terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan
pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta
sukar melepas dengan sempurna (retentio
plasenta), atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi dengan baik.
GAMBARAN KLINIK
Ciri
yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui
vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester
kedua keatas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri.
Perdarahan kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah beberapa waktu
kemudian. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan
seperti mengalir.
Pada
plasenta letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan;
bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat
berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim.
Dengan demikian perdarahan bisa berlangsung sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa
juga bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa
lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya
pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai
komplikasi plasenta akreta.
Berhubung
plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering ditemui
bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak
dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan
perut tidak tegang.
DIAGNOSIS
Perempuan
hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut biasanya menderita
plasenta previa atau solusio plasenta. Gambaran klinik yang klasik sangan
menolong membedakan keduanya. Dulu menggunakan Double set-up examination. Sekarang menggunakan alat ultrasonografi.
Transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih dikosongkan akan
memberi kepastian doagnosis plasenta previa dengan ketepatan tinggi sampai
96-98%. Walaupun lebih superior jarang diperlukan transvaginal ultrasonografi
untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum. Di tangan yang tidak ahli,
pemakaian transvaginal ultrasonografi bisa memprovokasi perdarahan lebih
banyak. Di tangan yang ahli dengan transvagian ultrasonografi dapat dicapai 98%
positive predictive value dan 100% negative predictive value pada upaya
diagnosis plasenta previa. Transperineal sonografi dapat mendeteksi ostium
uteri internum dan segmen bawah rahim, dan teknik ini dilaporkan 90% positive predictive value dan 100% negative predictive value dalam
diagnosis plasenta previa. MRI juga dapat digunakan namun kalah praktis jika
dibandingkan dengan USG terlebih dalam suasana yang mendesak.
KOMPLIKASI
Ada beberapa
komplikasi yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita plasenta previa,
diantaranya ada yang bisa menimbulkna perdarahan yang cukup banyak dan fatal
1.
Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara
ritmik, maka perlepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat
berulang dan semakin banyak, dan perdarahn yang terjadi itu tidak dapat dicegah
sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok
2.
Oleh karena plasenta yang berimplantasinpada segmen bawah
rahim dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan
kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab kejadian plasenta inkreta
dan bahkan perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang
perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun
biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau
inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian
plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi
ini lebih sering terjadi pada uterus yang pernah seksio. Dilaporkan plasenta
akreta terjadi 10-35% pada pasien yang pernah seksio sesarea 1 kali, naik
menjadi 60-65% bila telah seksio 3 kali.
3.
Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya
pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang
banyak. Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di
tempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen
bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tanagan pada retensio
plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak
terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen
bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteri ovarika, pemasangan tampon,
atau ligasi arteri hipogastrika, maka pada keadaan gawat seperti ini jalan
keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan
ini merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa
4.
Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering
terjadi. Hal ini memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsikuensinya.
5.
Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak
terhindarkan sebagian oleh tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan
dalam kehamilan belum aterm. Pada kehamilan <37 minggu dapat dilakukan
amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.
6.
Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam
kepustakaan selain masa rawatan yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk
solusio plasenta, seksio sesarea, kematian maternal akibat perdarahan, dan Disseminated intravascular coagulation.
PENANGANAN
Setiap perempuan hamil yang mengalami
perdarahan dalam trimester kedua atau trimester ketiga harus dirawat dalam
rumah sakit. Pasien diminta melakukan istirahat baring dan dilakukan
pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan faktor Rh. Jika Rh(-)
RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi.
Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam
keadaan sehat dan masih prematur dibolehkan pulang dilanjutkan dengan rawat
rumah atau rawat jalan dengan syarat dengan syarat telah mendapat konsultasi
yang cukup dengan pihak keluarga agar dengan segera kembali ke rumah sakit bila
terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatannya tidak mencemaskan. Dalam
keadaan yang stabil dan tidak ada keberatan pasien dirawat di rumah atau rawat
jalan. Sikap ini dapat dibenarkan sesuai dengan hasil penelitian yang
medapatkan tidak ada perbedaan pada morbiditas ibu dan janin bila ada pada
masing-masing kelompok diberlakukan rawat inap atau rawat jalan. Pada kehamilan
antara 24 minggu sampai 34 minggu diberikan steroid dalam perawatan antenatal
untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan kurang
stress serta biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan bila keadaan
menjadi lebih serius.
Hal yang perlu dipertimbangkan adalah
adaptasi fisiologik perempuan hamil yang memperlihatkan seolah keadaan kklinis
dengan tanda-tanda vital dan hasil pemeriksaan laboratorium yang masih normal
padahal bisa tidak mencerminkan keadaanya yang sejati. Jika perdarahan terjadi
dalam trimester kedua perlu diwanti-wanti karena perdarahan ulang biasanya
lebih banyak. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi dan takikardia,
pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih
berat daripada penampakan secara klinis. Transfusi darah yang banyak perlu
segera diberikan.
Pada keadaan yang kelihatan stabil dalam
rawatan di luar rumah sakit hubungan suami istri dan kerja rumah tangga
dihindari kecuali jika setelah pemeriksaan USG ulangan, dianjurkan minimal
setelah 4 minggu, memperlihatkan ada migrasi plasenta menjauihi ostium uteri
internu. Bila hasil USG tidak demikian, pasien tetap dinasehati untuk
mengurangi kegiatan fisiknya dan melawat ke tempat jauh tidak dibenarkan
sebagai antisipasi terhdap perdarahan ulang sewaktu-waktu.
Selama rawat inap mungkin perlu diberikan
transfusi darah dan terhadap pasien dilakukan pemantauan kesehatan janin dan
observasi kesehatan maternal yang ketat berhubung tidak bisa diramalkan pada
pasien mana dan bilamana perdarahan ulang akan terjadi. Perdarahan pada
plasenta previa berasal dari ibu karenanya keadaan janin tidak sampai
membahayakan. Pasien dengan plasenta previa dilaporkan beresiko tinggi untuk
mengalami solutio plasenta (rate ratio 13,8), seksio sesarea (rate ratio 3,9),
kelainan letak janin (rate ratio 2,8), dan perdarahan pasca persalinan (rate
ratio 1,7). Sebuah laporan menganjurkan pemeriksaan maternal serum alfa feto
protein (MSAFP) dalam trimester kedua sebagai upaya mendeteksi pasien yang
perlu diawasi dengan ketat. Bila kadar MSAFP naik tinggi lebih dari 2 kali
median (2.0 multiples of the median) pasien tersebut mempunyai peluang 50%
memerlukan rawatan dalam rumah sakit karena perdarahan sebelum kehamilan 30
minggu, harus dilhirkan prematur sebelum 34 minggu hamil, dan harus dilahirkan
atas indikasi hipertensi dalam kehamilan sebelum kehamilan 34 minggu. Pada
lebih kurang 20% pasien solutio plasenta datang dengan tanda his. Dalam keadaan
janin masih prematur dipertimbangkan memberikan sulfas magnesikus untuk menekan
his untuk sementara waktu sembari memberikan steroid untuk mempercepat
pematangan paru janin. Tokolitik lain seperti beta-mimetics, calcium channel
blocker tidak dipilih berhubung pengaruh
sampingan bradikardia dan hipotensi pada ibu. Denikian juga dengan indometasin
tidak diberikan behubung mempercepat penutupan duktus arteriosus pada janin.
Perdarahan dalam trimester ketiga perlu
pengawasan lebih ketat dengan istirahat baring yang lebih lama dalam rumah
sakit dan dalam keadaan yang serius cukup alasan untuk merawatnya sampai
melahirkan. Serangan perdarahan ulang yang banyak bisa saja terjadi sekalipun
pasien diistirahatbaringkan. Jika pada waktu masuk terjadi perdarahan yang
banyak perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viabel. Bila
perdarahannya tidak sampai demikian banyaknya pasien diistirahatkan sampai
kehamilan 36 minggu dan bila pada amniosintesis menunjukkan paru janin telah
matang , terminasi dapat dilakukan dan jika perlu melalui seksio sesarea.
Pada pasien yang pernah seksio sesarea perlu
diteliti denagn USG, Color Doppler, atau MRI untuk melihat kemungkinan adanya
plasenta akreta, inkreta atau perkreta. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
baik oleh mereka yang ahli dan berpengalaman.. dengan USG dapat dilihat
demarkasi antara lapisan Nitabuch
dengan desidua basalis yang terputus. Dengan Color Doppler terlihat adanya
turbulensi aliran darah dalam plasenta yang meluas ke jaringan sekitarnya.
Dengan MRI dapat diperlihatkan perluasan jaringan plasenta ke dalam miometrium
(plasenta inkreta atau perkreta).
Apabila diagnosis belum pasti atau tidak
terdapat fasilitas USG transvaginal atau terduga plasenta previa marginalis
atau plasenta previa parsialis dilakukan double
set-up examination bila inpartu ataupun sebelumnya bila perlu. Pasien
dengan semua klasifikasi plasenta previa dalam trimester ketiga yang dideteksi
dengan USG transvaginal belum ada pembukaan pada serviks persalinannya
dilakukan melalui seksio sesarea. Seksio sesarea juga dilakukan apabila ada
perdarahan banyak yang mengkhawatirkan.
Kebanyakan seksio sesarea pada plasenta
previa dapat dilaksanakan melalui insisi melintang pada segmen bawah rahim
bagian anterior terutama bila plasentanya terletak di belakang dan segmen bawah
rahim telah terbentuk dengan biak. Insisi yang demikian dapat juag dikerjakan
oleh dokter ahli yang cekatan pada plasenta yang terletak anterior dengan
melakukan insisi pada dinding rahim dan plasenta dengan cepat dan dengan cepat
pula mengeluarkan janin dan menjepit tali pusatnya sebelum janin sempat
mengalami perdarahan (fetal
exsanguination) akibat plasentanya terpotong. Seksio sesarea klasik dengan
dengan insisi vertikal pada dinding rahim hanya dilakukan bia janin dalam letak
lintang atau terdapat varises yang luas pada segmen bawah rahim. Anestesia
regional dapat diberikan dan pengendalian tekanan darah dapat dikendalikan
dengan baik ditangan spesialis anestesia. Pertimbangan ini dilakukan mengingat
perdarahan intraoperasi dengan anestesia regional tidak sebanyak perdarahan
pada pemakaian anestesia umum. Namun, pada pasien dengan perdarahan berat
sebelumnya anestesia umum lebih baik mengingat anestesia regional bisa menambah
berat hipotensi yang biasanya telah ada dan memblokir respons normal simpatetik
terhadap hipovolemia.
PROGNOSIS
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa
dewasa ini lebih baik jika dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat
diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG disamping ketersediaan
transfusi darah dan infus cairan telah ada hampir di semua rumah sakit
kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang
pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari
fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan
usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan
insiden plasenta previa. Dengan demikian, banyak komplikasi maternal dapat
dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran
prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio sesarea.
Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya dapat dihindari sekalipun
tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang melibatkan 93.000
persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran
prematur 47%. Hubungn hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan
plasenta previa belum terbukti.
0 comments:
Post a Comment