14 May 2012

PLASENTA PREVIA

PENDAHULUAN
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah anak dan plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu sebabnya adalah plasenta previa. Oleh sebab itu, perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-awalnya selagi perdarahan belum sampai ke tahap membahayakan ibu dan janinnya. Antisipasi dalam perawatan antenatal adalah sangat mungkin oleh karena pada umumnya penyakit ini berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak tertentu, tanpa trauma. Sering disertai oleh kelainan letak janin atau pada kehamilan lanjut bagian bawah janin tidak masuk ke dalam panggul, tapi masih mengambang di atas pintu atas panggul. Perempuan hamil yang ditengarai menderita plasenta previa harus segera dirujuk dan diangkut ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan periksa dalam karena perbuatan tersebut memprovokasi perdarahn berlangsung semakin deras dan cepat.


DEFINISI
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum

Plasenta yang ada di depan jalan lahir. (prae = di depan, vias = jalan), jadi yang di maksud adalah plasenta implantasinya tidak normal sehingga menutupi seluruh atau sebahagian jalan lahir (Ostium Uteri Internium).

KLASIFIKASI
1.       Plasenta previa totalis atau komplit : adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
2.       Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum
3.       Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum
4.       Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih 2cm dianggap plasenta letak normal.

Sejalan dengan membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim dan meluasnya segmen bawah rahim, plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi


INSIDEN
-          Banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 30 tahun
-          Lebih sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal
-          Cacat pada uterus mempertinggi kejadian
-          Di negara maju insidensi kurang mungkin karena berkurangnya paritas tinggi
-          Dengan meluasnya penggunaan USG dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.

ETIOLOGI
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui dengan pasti.
-          Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin
-          Teori lain: penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin akibat proses radang atau atrofi
-          Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedas sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dipandang menjadi faktor resiko terjadi plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar meningkatkan insidensi dua-tiga kali lipat.
-          Insidensi 2 kali lebih tinggi pada wanita merokok. Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
-          Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim.

PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan lebih lanjut, umumnya pada trimester ketiga atau mungkin lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami perlepasan. Sebagaimana diketahui, tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri.

Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat perlepasan desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka  (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi ini akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu di ruang intervilus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).

Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat kerena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal , dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan ditutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta  maka perdarahan berlangsung lebih banyak dan lebih lama.

Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab (causless). Darah akan keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless).

Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum, perdarahan terjadi lebih awal pada kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah. Perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut harus dipertimbangkan.

Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung dengan perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka pedarahan lebih mudah mengalir ke luara rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta  yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menumbus ke buli-buli dan rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi padsa uterus yang sebelumnya telah pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retentio plasenta), atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.


GAMBARAN KLINIK
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua keatas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir.

Pada plasenta letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan; bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian perdarahan bisa berlangsung sampai pascapersalinan. Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta.

Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.


DIAGNOSIS
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut biasanya menderita plasenta previa atau solusio plasenta. Gambaran klinik yang klasik sangan menolong membedakan keduanya. Dulu menggunakan Double set-up examination. Sekarang menggunakan alat ultrasonografi. Transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih dikosongkan akan memberi kepastian doagnosis plasenta previa dengan ketepatan tinggi sampai 96-98%. Walaupun lebih superior jarang diperlukan transvaginal ultrasonografi untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum. Di tangan yang tidak ahli, pemakaian transvaginal ultrasonografi bisa memprovokasi perdarahan lebih banyak. Di tangan yang ahli dengan transvagian ultrasonografi dapat dicapai 98% positive predictive value dan 100% negative predictive value pada upaya diagnosis plasenta previa. Transperineal sonografi dapat mendeteksi ostium uteri internum dan segmen bawah rahim, dan teknik ini dilaporkan 90% positive predictive value dan 100% negative predictive value dalam diagnosis plasenta previa. MRI juga dapat digunakan namun kalah praktis jika dibandingkan dengan USG terlebih dalam suasana yang mendesak.

KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita plasenta previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkna perdarahan yang cukup banyak dan fatal
1.       Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka perlepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahn yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok
2.       Oleh karena plasenta yang berimplantasinpada segmen bawah rahim dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab kejadian plasenta inkreta  dan bahkan perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang pernah seksio. Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10-35% pada pasien yang pernah seksio sesarea 1 kali, naik menjadi 60-65% bila telah seksio 3 kali.
3.       Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tanagan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteri ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteri hipogastrika, maka pada keadaan gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa
4.       Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsikuensinya.
5.       Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada kehamilan <37 minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6.       Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan selain masa rawatan yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk solusio plasenta, seksio sesarea, kematian maternal akibat perdarahan, dan Disseminated intravascular coagulation.

PENANGANAN
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau trimester ketiga harus dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta melakukan istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan faktor Rh. Jika Rh(-) RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi. Jika kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan masih prematur dibolehkan pulang dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat jalan dengan syarat dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar dengan segera kembali ke rumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatannya tidak mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil dan tidak ada keberatan pasien dirawat di rumah atau rawat jalan. Sikap ini dapat dibenarkan sesuai dengan hasil penelitian yang medapatkan tidak ada perbedaan pada morbiditas ibu dan janin bila ada pada masing-masing kelompok diberlakukan rawat inap atau rawat jalan. Pada kehamilan antara 24 minggu sampai 34 minggu diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan kurang stress serta biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan bila keadaan menjadi lebih serius.
Hal yang perlu dipertimbangkan adalah adaptasi fisiologik perempuan hamil yang memperlihatkan seolah keadaan kklinis dengan tanda-tanda vital dan hasil pemeriksaan laboratorium yang masih normal padahal bisa tidak mencerminkan keadaanya yang sejati. Jika perdarahan terjadi dalam trimester kedua perlu diwanti-wanti karena perdarahan ulang biasanya lebih banyak. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi dan takikardia, pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih berat daripada penampakan secara klinis. Transfusi darah yang banyak perlu segera diberikan.
Pada keadaan yang kelihatan stabil dalam rawatan di luar rumah sakit hubungan suami istri dan kerja rumah tangga dihindari kecuali jika setelah pemeriksaan USG ulangan, dianjurkan minimal setelah 4 minggu, memperlihatkan ada migrasi plasenta menjauihi ostium uteri internu. Bila hasil USG tidak demikian, pasien tetap dinasehati untuk mengurangi kegiatan fisiknya dan melawat ke tempat jauh tidak dibenarkan sebagai antisipasi terhdap perdarahan ulang sewaktu-waktu.
Selama rawat inap mungkin perlu diberikan transfusi darah dan terhadap pasien dilakukan pemantauan kesehatan janin dan observasi kesehatan maternal yang ketat berhubung tidak bisa diramalkan pada pasien mana dan bilamana perdarahan ulang akan terjadi. Perdarahan pada plasenta previa berasal dari ibu karenanya keadaan janin tidak sampai membahayakan. Pasien dengan plasenta previa dilaporkan beresiko tinggi untuk mengalami solutio plasenta (rate ratio 13,8), seksio sesarea (rate ratio 3,9), kelainan letak janin (rate ratio 2,8), dan perdarahan pasca persalinan (rate ratio 1,7). Sebuah laporan menganjurkan pemeriksaan maternal serum alfa feto protein (MSAFP) dalam trimester kedua sebagai upaya mendeteksi pasien yang perlu diawasi dengan ketat. Bila kadar MSAFP naik tinggi lebih dari 2 kali median (2.0 multiples of the median) pasien tersebut mempunyai peluang 50% memerlukan rawatan dalam rumah sakit karena perdarahan sebelum kehamilan 30 minggu, harus dilhirkan prematur sebelum 34 minggu hamil, dan harus dilahirkan atas indikasi hipertensi dalam kehamilan sebelum kehamilan 34 minggu. Pada lebih kurang 20% pasien solutio plasenta datang dengan tanda his. Dalam keadaan janin masih prematur dipertimbangkan memberikan sulfas magnesikus untuk menekan his untuk sementara waktu sembari memberikan steroid untuk mempercepat pematangan paru janin. Tokolitik lain seperti beta-mimetics, calcium channel blocker  tidak dipilih berhubung pengaruh sampingan bradikardia dan hipotensi pada ibu. Denikian juga dengan indometasin tidak diberikan behubung mempercepat penutupan duktus arteriosus pada janin.
Perdarahan dalam trimester ketiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahat baring yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam keadaan yang serius cukup alasan untuk merawatnya sampai melahirkan. Serangan perdarahan ulang yang banyak bisa saja terjadi sekalipun pasien diistirahatbaringkan. Jika pada waktu masuk terjadi perdarahan yang banyak perlu segera dilakukan terminasi bila keadaan janin sudah viabel. Bila perdarahannya tidak sampai demikian banyaknya pasien diistirahatkan sampai kehamilan 36 minggu dan bila pada amniosintesis menunjukkan paru janin telah matang , terminasi dapat dilakukan dan jika perlu melalui seksio sesarea.
Pada pasien yang pernah seksio sesarea perlu diteliti denagn USG, Color Doppler, atau MRI untuk melihat kemungkinan adanya plasenta akreta, inkreta atau perkreta. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan baik oleh mereka yang ahli dan berpengalaman.. dengan USG dapat dilihat demarkasi antara lapisan Nitabuch dengan desidua basalis yang terputus. Dengan Color Doppler terlihat adanya turbulensi aliran darah dalam plasenta yang meluas ke jaringan sekitarnya. Dengan MRI dapat diperlihatkan perluasan jaringan plasenta ke dalam miometrium (plasenta inkreta atau perkreta).
Apabila diagnosis belum pasti atau tidak terdapat fasilitas USG transvaginal atau terduga plasenta previa marginalis atau plasenta previa parsialis dilakukan double set-up examination bila inpartu ataupun sebelumnya bila perlu. Pasien dengan semua klasifikasi plasenta previa dalam trimester ketiga yang dideteksi dengan USG transvaginal belum ada pembukaan pada serviks persalinannya dilakukan melalui seksio sesarea. Seksio sesarea juga dilakukan apabila ada perdarahan banyak yang mengkhawatirkan.
Kebanyakan seksio sesarea pada plasenta previa dapat dilaksanakan melalui insisi melintang pada segmen bawah rahim bagian anterior terutama bila plasentanya terletak di belakang dan segmen bawah rahim telah terbentuk dengan biak. Insisi yang demikian dapat juag dikerjakan oleh dokter ahli yang cekatan pada plasenta yang terletak anterior dengan melakukan insisi pada dinding rahim dan plasenta dengan cepat dan dengan cepat pula mengeluarkan janin dan menjepit tali pusatnya sebelum janin sempat mengalami perdarahan (fetal exsanguination) akibat plasentanya terpotong. Seksio sesarea klasik dengan dengan insisi vertikal pada dinding rahim hanya dilakukan bia janin dalam letak lintang atau terdapat varises yang luas pada segmen bawah rahim. Anestesia regional dapat diberikan dan pengendalian tekanan darah dapat dikendalikan dengan baik ditangan spesialis anestesia. Pertimbangan ini dilakukan mengingat perdarahan intraoperasi dengan anestesia regional tidak sebanyak perdarahan pada pemakaian anestesia umum. Namun, pada pasien dengan perdarahan berat sebelumnya anestesia umum lebih baik mengingat anestesia regional bisa menambah berat hipotensi yang biasanya telah ada dan memblokir respons normal simpatetik terhadap hipovolemia.

PROGNOSIS
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada hampir di semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya dapat dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47%. Hubungn hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum terbukti.



0 comments:

Post a Comment